Jumat, 23 Maret 2012

BATUAN SEDIMEN


BATUAN SEDIMEN

Material hasil rombakan batuan di atas permukaan bumi akibat proses-proses eksogen, pelapukan dan erosi, merupakan material atau bahan yang sifatnya urai. Terdiri dari fragmen batuan, mineral dan berbagai material lainnya yang berasal dari atas permukaan bumi.
Material urai ini tertransport oleh air, angin dan gaya gravitasi ke tempat yang lebih rendah, cekungan, dan diendapkan sebagai endapan atau sedimen di bawah permukaan air. Sedimen yang terakumulasi tersebut mengalami proses litifikasi atau proses pembentukan batuan. Proses yang berlangsung adalah kompaksi dan sementasi, mengubah sedimen menjadi batuan sedimen. Setelah menjadi batuan sifatnya berubah menjadi keras dan kompak.

Proses kompaksi pada umumnya akibat beban sedimen yang ada di atasnya, menyebabkan hubungan antar butir menjadi lebih lekat dan juga air yang dikandung dalam pori-pori terperas keluar. Sementasi adalah proses dimana butiran-butiran sedimen direkat oleh material lain yang terbentuk kemudian, dapat berasal dari air tanah atau pelarutan mineral-mineral dalam sedimen itu sendiri. Material semennya dapat merupakan karbonat, silika atau oksida (besi).
Material sedimen dapat berupa:
1.    Fragmen dari batuan lain dan mineral-mineral, seperti kerikil di sungai, pasir di pantai dan lumpur di laut.
2.    Hasil penguapan dan proses kimia, garam di danau payau dan kalsium karbonat di laut dangkal.
3.    Material organik, seperti terumbu koral di laut, vegetasi di rawa-rawa.
Dibandingkan batuan beku dan metamorf, batuan sedimen paling banyak tersingkap di atas permukaan bumi sebesar 75 % luas daratan.

5.1.    Klasifikasi Batuan Sedimen
Oleh karena keragaman pembentukan (genesa), tekstur, komposisi dan penampilan batuan sedimen, maka dasar klasifikasinya pun ada bermacam-¬macam. Pengelompokan batuan sedimen yang ideal berdasarkan ukuran butir, bentuk dan komposisi material pembentuknya. Pengelompokan yang sederhana dalam batuan sedimen adalah dua kelompok besar:
1.    Batuan sedimen klastik, terbentuk dari fragmen-¬fragmen batuan lain.
2.    Batuan sedimen non-klastik, atau kimiawi dan organik terbentuk oleh proses kimia atau proses biologi.

5.1.1.    Batuan Sedimen Klastik
Batuan sedimen klastik atau disebut juga batuan sedimen detritus, dikelompokkan berdasarkan ukuran butir komponen materialnya. Untuk itu diperlukan satu acuan besar butir, dan telah dibuat oleh Wentworth, dikenal sebagai skala Wentworth:

NO    NAMA        UKURAN
1    Boulder    bongkah     255 mm
2    Cobble        64 - 2,56 mm
3    Pebble    kerakal    4 - 64 mm
4    Granule    kerikil    2 - 4 mm
5    Sand    Pasir    1/16 - 2 mm
6    Silt    lempung    1/256 - 1/16 mm
7    Clay         1/256 mm

Boulder dan Cobble dapat sebagai bongkah, pebble sama dengan kerakal, granule seukuran dengan kerikil, sand sama dengan pasir, sedangkan silt dan day adalah lempung.
Batuan  sedimen klastik terdiri dari butiran-butiran. Butiran yang besar disebut fragmen dan diikat oleh massa butiran-butiran yang lebih halus, matriks. Batuan sedimen klastik yang dikelompokkan berdasarkan besar butir materialnya, sebagai konglomerat, batu-pasir, serpih dan batu lempung.
Konglomerat mempunyai fragmen berukuran bongkah yang bentuknya membulat. Apabila fragmennya menyudut (tidak membulat) dinamakan breksi (Gb. 5.1 A dan B). Konglomerat atau breksi yang fragmennya terdiri berbagai macam dinamakan konglomerat atau breksi polimik. Sedangkan yang terdiri dari hanya satu macam dinamakan monomik.

Batupasir terdiri dari material yang berukuran pasir (1/16 sampai 2 mm). Serpih, mempunyai besar butir lebih kecil dari pasir (1/16 sampai 1/256 mm). Batu-lempung berbutir sangat halus lebih kecil dari 1/16 mm. Pada umumnya untuk menelitinya tidak dapat dipergunakan mikroskop biasa, tetapi dengan mikroskop elektron yang mempunyai daya perbesaran sangat tinggi.


5.1.2.    Batuan Sedimen Non-Klastik
Batuan sedimen non-klastik yang banyak dijumpai adalah batugamping atau limestone. Terdiri terutama dari mineral kalsium karbonat, CaCO3 yang terjadi akibat proses kimia dan atau organik. ¬Kalsium karbonat diambil o1eh organisme dari air dimana ia hidup untuk membuat cangkangnya atau bagian yang keras. Setelah organismenya mati, tertinggal cangkangnya atau bagian yang kerasnya dan terkumpul di dasar laut. Lama kelamaan membentuk endapan batugamping yang terdiri dari cangkang dan pecahan-pecahannya. Tebalnya sampai! ratusan meter dan beberapa kilometer persegi luasnya. Dalam air yang tenang, terendapkan kalsium karbonat dengan kristal-kristal berbentuk jarum, beralaskan lumpur karbonat. Endapan ini setelah mengalami kompaksi mengkristal kembali menjadi batugamping mikro kristalin, dengan kristal-kristal sangat halus, yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop dengan perbesaran sangat tinggi.

Selain batugamping, dijumpai juga endapan garam dan gypsum, keduanya merupakan hasil penguapan. Garam terdiri dari mineral halit, komposisinya NaCl dan gypsum berkomposisi CaSO4.2H2O. Keduanya terdapat sebagai lapisan-¬lapisan pada tempat yang terbatas.

5.2.    Hukum Pengendapan
Pada saat sedimen diendapkan mengikuti hukum alam, misalnya material yang berat, akan terendapkan lebih dahulu dibandingkan yang lebih ringan¬. Kecepatan pengendapan material sedimen bergantung pada besar butirnya, menurut hukum Stoke, v = C.r2 cm/s dimana v adalah kecepatan pengendapan, C suatu konstanta dan r garis tengah butiran.

Pada pertengahan abad    17, Nicolaus Steno memperhatikan bahwa sedimen terkumpul oleh proses pengendapan melalui suatu  medium air atau angin. Endapan ini membentuk lapisan-lapisan mendatar atau horisontal yang tertua berada di bawah dan yang termuda ada di atas. Berdasarkan pengamatan ini, pada tahun 1969 ia mencetuskan tiga prinsip dasar yang lebih dikenal dengan Hukum Steno:

    Hukum superposisi, menyatakan bahwa dalam urutan batuan yang belum mengalami perubahan (dalam keadaan normal), batuan yang tua ada di bawah dan yang muda berada di atas.

    Hukum horisontalitas, pada awalnya sedimen diendapkan sebagai lapisan-lapisan mendatar. Apabila dijumpai lapisan yang miring, sudah mengalami deformasi, terlipat atau tersesarkan.

    Hukum kemenerusan lateral (lateral continuity), menyatakan bahwa pengendapan lapisan batuan sedimen menyebar secara mendatar, sampai menipis atau menghilang pada batas cekungan dimana ia diendapkan.

Ketiga prinsip dasar ini sangat membantu dalam mempelajari atau menentukan urutan umur lapisan-lapisan batuan sedimen¬.

5.3.    Struktur Batuan Sedimen


Kebanyakan sedimen ditransport oleh arus yang akhirnya diendapkan, sehingga ciri utama batuan sedimen adalah berlapis. Batas antara satu lapisan dengan lapisan lainnya disebut bidang perlapisan. Bidang perlapisan dapat terjadi akibat adanya perbedaan: warna, besar butir, dan atau jenis batuan antara dua lapisan. ¬Struktur sedimen lain yang umum dijumpai pada batuan sedimen adalah lapisan bersusun atau graded bedding dan lapisan silang-siur atau cross bedding, gelembur gelombang (ripple mark) dan rekah kerut (mud cracks), gambar 5.2.

Terjadinya struktur-struktur sedimen tersebut disebabkan oleh mekanisme pengendapan dan kondisi serta lingkungan pengendapan tertentu. Dengan mempelajari struktur sedimen yang dijumpai saat ini, dapat diketahui mekanisme dan lingkungan pengendapan pada masa lampau saat sedimen diendapkan.

5.4.    Fossil dan Waktu

Di dalam sedimen, umumnya turut terendapkan sisa-sisa organisme atau tumbuhan, yang karena tertimbun, terawetkan. Dan selama proses diagenesis tidak rusak dan turut menjadi bagian dari batuan sedimen atau membentuk lapisan batuan sedimen, misalnya batugamping coquina.¬
Sisa-sisa organisme atau tumbuhan yang terawetkan ini dinamakan fossil. Jadi fossil adalah bukti atau sisa-sisa kehidupan zaman lampau. Dapat berupa sisa organisme atau tumbuhan, seperti cangkang kerang, tulang atau gigi maupun jejak atau cetakannya. Contohnya jegak atau lubang-lubang (burrows) bekas kehidupan organisma dan cetakan daun atau tulang ikan dalam serpih. Proses pembentukan fossil disebut proses fossilisasi.

Proses fossilisasi dapat terjadi oleh:

o    proses penggantian (replacement), bagian yang ¬keras organisme diganti oleh berbagai mineral, misalnya cangkang binatang laut yang semula dari kalsium karbonat diganti oleh silika.

o    proses petrifaction, bagian lunak batang tumbuhan diganti oleh presipitasi mineral yang terlarut dalam air-sedimen.

o    proses karbonisasi, daun atau material tumbuhan yang jatuh dalam lumpur di rawa, terhindar dari oksidasi. Dan pada saat diagenesis, material itu diubah menjadi cetakan karbon dengan mengubah bentuk asalnya.

o    proses pencetakan, pada saat diagenesis, sisa binatang atau tumbuhan terlarut, sehingga terjadilah rongga, seperti cetakan (mold) yang bentuk dan besarnya sesuai atau sama dengan benda aslinya. Apabila. rongga ini terisi oleh mineralisasi maka  terbentuklah hasil cetakan (cast) binatang atau tumbuhan tersebut.

Penemuan pengetahuan mengenai fossil, sangat berarti bagi penunjuk waktu (time indicator) dalam geologi.

Orang yang mula-mula memperhatikan kehadiran fossil dalam batuan adalah William Smith, seorang teknik sipil. la, menjumpai fossil pada lapisan-¬lapisan dalam paritan-paritan yang dibuat pada proyeknya. Dia kumpulkan fossil-fossil yang dijumpainya. Berdasarkan kesamaan fossil yang dikandung lapisan pada paritan-paritan, dia menyimpulkan bahwa setiap lapisan yang mengandung fossil yang sama merupakan satu lapisan yang menerus. Sejak penemuannya ini, maka berkembang ilmu yang mempelajari fossil, paleontologi. Kemudian diketahui bahwa jasad sebelum memfossil, hidup pada masa tertentu, sehingga fossil tersebut merupakan penunjuk atau fossil indeks (index fossil).

Untuk mengidentifikasi lapisan-lapisan batuan di berbagai tempat, apakah terbentuk pada masa yang sama, atau disebut korelasi, dipergunakan fossil indeks, Gambar 5.3. Apabila tidak dijumpai satu fossil indeks, maka dipergunakan kesamaan himpunan fossil yang terkandung dalam lapisan-lapisan batuan.

Fossil, selain untuk menentukan umur lapisan batuan, juga dapat dipergunakan untuk menentukan lingkungan pengendapannya.



5.5.    Fasies dan Lingkungan Pengendapan
Bila dalam satu lapisan batuan dijumpai perubahan sifat fisik secara lateral, baik litologi, besar butir, warna atau sifat lainnya, maka dikatakan pada lapisan batuan tersebut terdapat perubahan fasies. Artinya, terjadi perubahan kondisi pada saat pengendapan.

Jadi secara umum fasies sedimentasi dapat diartikan sebagai kenampakan atau sifat fisik umum satu bagian sebuah tubuh batuan yang berbeda dari bagian lainnya.

Dengan mempelajari perbedaan karakteristik pada lapisan-lapisan batuan serta fasiesnya, dapat diketahui mekanisme, kondisi dan tempat pengen¬dapan sedimen sebelum menjadi batuan. Yang dinamakan lingkungan pengendapan.

Dari studi lingkungan pengendapan dapat digambarkan atau direkonstruksi geografi purba dimana pengendapan terjadi. Secara umum dikenal 3 lingkungan pengendapan: lingkungan darat, transisi dan laut.

Beberapa contoh lingkungan darat misalnya endapan sungai dan endapan danau, ditransport oleh air, juga dikenal endapan gurun dan gletsyer, media transportasinya adalah angin dan gletsyer. Endapan yang ditransport angin, dinamakan endapan eolian.

Endapan transisi merupakan endapan yang terdapat di daerah antara darat dan laut, delta, lagoon dan litoral.

Sedangkan yang termasuk dalam endapan laut adalah endapan-endapan neritik, batial dan abisal. Penampang dalam gambar 5.4 memperlihatkan pembagian lingkungan pengendapan.


5.6.    Pengendapan dan Tektonik Lempeng
Energi yang memungkinkan berlangsungnya proses pengendapan adalah panas dari dalam bumi dan matahari. Energi dari dalam menyebabkan bergeraknya litosfir, termasuk pengangkatan. Sedimen hasil pelapukan dan erosi batuan di daerah yang terangkat ditransport ke daerah yang lebih rendah akibat tertarik gaya gravitasi. Media transportnya: angin, anus air, gelombang laut dan gletsyer merupakan bagian dari sirkulasi air, yang penggeraknya tidak lain adalah energi matahari.
Pada beberapa tempat di bumi dijumpai pegunung¬an yang sangat tinggi, ribuan meter, terdiri dari batuan sedimen. Penelitian lebih lanjut membuktikan bahwa sedimen tersebut diendapkan pada laut dangkal dan terdeformasi kuat. Salah satunya adalah pegunungan Himalaya. Kenyataan ini membuat orang berpikir, bagaimana dalam cekungan dangkal, 100 - 200 m, dapat terakumulasi endapan setebal ribuan meter.

Mula-mula dijelaskan sebagai akibat beban sedimen cekungannya menurun dan pengendapan terus berlanjut. Luas permukaan cekungannya tetap, tetapi kedalamannya terus bertambah, sehingga sedimen di dalamnya tertekan dan terdeformasi, terlipat-lipat dan patah-patah. Kemudian terangkat dan berada di atas permukaan. Namun tektonik lempeng menjelaskannya dengan bergeraknya lempeng dan pengangkatan. Kecepatan pengendapan erat kaitannya dengan pengangkatan pada daerah tektonik aktif.

Umumnya pada daerah tektonik aktif kecepatan ¬pengangkatan lebih besar dibandingkan kecepatan erosi, sehingga terbentuk morfologi tinggi. Mount Everest puncaknya terdiri dari sedimen laut dangkal yang diendapkan 100 juta tahun yang lalu, ternyata telah terangkat 9 km. Demikian juga umumnya dengan rangkaian pegunungan lainnya. Jadi sedimen diendapkan di laut, diubah menjadi batuan, menempel pada benua dan terangkat sampai tinggi, oleh gaya tektonik.
Ada beberapa endapan sangat tebal yang berkaitan dengan kerangka tektonik yang spesifik, misalnya dimana benua terpisah pada pusat pemekaran, perlahan-lahan terakumulasi sedimen tebal sepan¬jang tepi benua sebagai endapan yang terbawa arus, mengisi cekungan laut yang berkembang, seperti yang terjadi di Atlantik, Amerika Utara. Di bawah paparan benua dijumpai tumpukan tebal batuan sedimen laut dangkal (Gb. 5.5A). Hal ini dapat terjadi karena pada saat akumulasi, cekungannya perlahan-lahan menurun.

Pada zona tumbukan (collision) benua (Gb. 5-5B) dijumpai akumulasi sedimen kasar yang tebal hasil rombakan pegunungan yang terangkat. Diendapkan sebagai endapan aliran sungai berupa konglomerat dan batupasir kasar, seperti yang dijumpai pada bagian Selatan pegunungan Himalaya. Sedimen halusnya terendapkan di laut, di teluk Benggala, sejak pengangkatan mulai.
Sepanjang zona penunjaman aktif dekat batas benua seperti di Barat Amerika Selatan, sedimen terseret ke palung yang dalam dan terakumulasi menjadi endapan yang sangat tebal (Gb. 5.5C). Oleh karena pada umumnya jalur tektonik semacam ini disertai aktivitas gunungapi, maka akumulasi sedimen tersebut mengandung sangat banyak material gunungapi. Akibat lempeng bergerak perlahan-lahan, sedimen tertekan dan menempel ke benua dan menjadi bagian dari benua. Demikian, terjadilah siklus sedimen, dari benua ke laut dan kembali ke benua, mengalami pengangkatan dan prosesnya mulai lagi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar